Alvin, seorang alumni Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) dari Medan, Sumatera Utara, tidak sekadar lulus dan berpraktik. Ia mengubah keresahan yang tumbuh di benaknya menjadi sebuah solusi yang kini berdampak nasional.


Dari Bangku Kuliah Hingga Menjembatani Akses Pendidikan Medis Nasional

Indonesia, sebuah gugusan zamrud khatulistiwa yang membentang luas, menyimpan kekayaan sekaligus tantangan. Salah satunya adalah celah menganga dalam akses pendidikan berkualitas, khususnya di bidang medis. Namun, di antara tantangan itu, lahirlah sebuah tekad, sebuah visi yang diwujudkan oleh seorang pemuda bernama Alvin Henri.

Alvin, seorang alumni Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) dari Medan, Sumatera Utara, tidak sekadar lulus dan berpraktik. Ia mengubah keresahan yang tumbuh di benaknya menjadi sebuah solusi yang kini berdampak nasional. Berkat kegigihan dan inovasinya yang melampaui batas, Alvin Henri kini berdiri di panggung kehormatan sebagai salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2025 dari Astra di Bidang Kesehatan. Penghargaan ini bukan hanya pengakuan atas sebuah karya, melainkan sebuah penghormatan atas perannya sebagai "Sahabat Dokter Masa Depan" melalui platform edukasi digital yang ia lahirkan: Medsense Your Study Buddy.


Bisikan Keresahan di Bangku Kuliah: Ketika Akses Tak Merata

Kisah Alvin bermula dari bangku kuliahnya sendiri. Saat itu, ia mengamati dan merasakan langsung sebuah ketidakadilan. Tidak semua mahasiswa kedokteran, pun para tenaga kesehatan di pelosok daerah, memiliki keberuntungan yang sama. Mereka tak memiliki akses setara terhadap buku-buku referensi terbaru, fasilitas pelatihan canggih, atau bahkan bimbingan mentor yang memadai, seperti rekan-rekan mereka yang beruntung menempuh pendidikan di kota-kota besar Pulau Jawa.

Alvin berfikir bahwa peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dimulai dari tenaga medis yang terdidik dengan baik, tapi bagaimana mungkin itu terjadi jika mahasiswa dan tenaga kesehatan di daerah saja kesulitan mengakses buku, pelatihan, dan fasilitas yang setara?

Kesenjangan itu terasa begitu nyata, seperti tembok tebal yang menghalangi peningkatan kompetensi para pejuang



...
Harap Masuk to untuk membaca tulisan lengkapnya.