Foto Ilustrasi
“Biasanya jam empat pagi sudah bangun,” ujar Nur Hasan, seorang peternak yang sudah dua puluh tahun memelihara sapi perah. “Sapi-sapi ini tidak tahu hari libur, jadi kami juga tidak pernah berhenti.”
Ia tersenyum lebar sambil memperlihatkan ember alumunium penuh susu segar yang baru diperah. Dulu, hasil perahan itu dijual mentah ke tengkulak dengan harga rendah. Tapi kini, sebagian susu dikirim ke unit pengolahan milik BUMDes Panca Karya Mandiri, tempat warga Kandangan mengubah hasil ternak mereka menjadi produk bernilai tambah.
Kisah perubahan itu dimulai ketika PT Astra International Tbk datang ke desa ini, bukan untuk memberi bantuan, tetapi untuk berdiri bersama.
Sekitar tahun 2020, Astra meluncurkan program Desa Sejahtera Astra (DSA) di Kandangan, sebuah inisiatif yang bertujuan membangun kemandirian ekonomi di desa-desa Indonesia dengan memanfaatkan potensi lokal.
Foto Ilustrasi
Untuk Kandangan, potensi itu jelas "susu sapi". Tapi potensi tidak selalu berarti kesejahteraan. Sebelum ada pendampingan, rantai usaha di desa ini sangat pendek: warga memerah, menjual ke tengkulak, dan menunggu harga naik. Tidak ada pengolahan, tidak ada merek, tidak ada pembukuan.
“Kami hidup dari hari ke hari,” kata Rohmad, perangkat desa yang kini menjadi penggerak BUMDes. “Kadang harga susu turun, pakan naik, kami bingung. Tapi waktu itu memang belum terpikir untuk mengelola usaha lebih besar.”
Tim Astra datang dengan cara yang tidak biasa. Mereka tidak membawa proposal proyek atau janji instan, melainkan duduk di balai desa, mendengarkan. “Kami ingin tahu dulu apa yang warga butuhkan, bukan apa yang kami pikir mereka perlu,” ujar salah satu pendamping CSR Astra Regional Jawa Timur saat itu.
Pendekatan itu menjadi kunci. Dari mendengarkan, lahir kepercayaan. Dari kepercayaan, tumbuh kolaborasi.
DSA Kandangan dimulai dengan sesuatu yang sederhana: pelatihan manajemen keuangan
...