Kabut pagi menari pelan di atas perbukitan Hariara Pohan, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Dari kejauhan, biru Danau Toba memantulkan cahaya matahari pertama yang menembus dinginnya udara. Rumah-rumah panggung berdiri di lereng, dikelilingi pepohonan pinus dan semak berduri tempat tumbuhnya rempah langka — andaliman khas Batak. Desa ini tak hanya indah secara alam, tetapi juga dikenal karena keberhasilan warganya dalam memberdayakan potensi lokal.
Di ladang-ladang kecil, tangan-tangan petani perempuan memetik butiran hijau mungil itu dengan hati-hati. Aromanya tajam dan menyengat, meninggalkan sensasi getir di ujung lidah — rasa yang tak tergantikan dalam setiap sajian saksang dan arsik. Di balik kerja sederhana mereka, tersimpan ketekunan untuk menjaga tradisi dan menjemput masa depan yang lebih sejahtera.
Kini, Hariara Pohan menjadi contoh desa inspiratif. Rempah andaliman yang tumbuh di sini kini telah menembus pasar ekspor ke Jerman dan Prancis, sementara desa ini juga meraih Juara II kategori Homestay di ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023. Dari tepian Danau Toba, aroma andaliman melangkah keluar, membawa harum tanah Batak ke dunia — simbol perubahan, semangat mandiri, dan kebangkitan ekonomi masyarakat setempat.
Ketika Rempah Khas Batak Menembus Batas Negeri
Bagi masyarakat Samosir, andaliman bukan sekadar bumbu dapur, melainkan bagian dari identitas dan tradisi yang diwariskan turun-temurun. Tanaman berduri ini tumbuh alami di dataran tinggi pada ketinggian 1.000–1.500 meter di atas permukaan laut. Saat musim panen tiba, semak-semak kecil di lereng bukit berubah menjadi ladang hijau berkilau oleh butiran buah yang siap d
...
Harap
Masuk to untuk membaca tulisan lengkapnya.