Di pesisir utara Pulau Ambon, tepatnya di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, berdirilah Negeri Hila — mutiara lama yang tak kehilangan sinarnya. Di sinilah sejarah, budaya, dan alam berpadu menjadi satu kesatuan yang menawan.


Kabut tipis masih menyelimuti perairan di pesisir barat Ambon ketika matahari pagi perlahan menembus celah pepohonan kelapa. Di ufuk timur, cahaya keemasan memantul di atas laut biru yang beriak tenang — menandai hari baru di Negeri Hila, sebuah desa yang menyimpan kisah panjang tentang laut, rempah, dan manusia yang setia menjaga tanahnya.

Di pesisir utara Pulau Ambon, tepatnya di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, berdirilah Negeri Hila — mutiara lama yang tak kehilangan sinarnya. Di sinilah sejarah, budaya, dan alam berpadu menjadi satu kesatuan yang menawan. Sebagai salah satu desa tertua di Maluku, Hila menyimpan jejak kejayaan Jalur Rempah yang hingga kini masih berdenyut dalam kehidupan warganya.

Kini, denyut kehidupan di Negeri Hila kembali bergema. Semangat gotong royong yang diwariskan leluhur tumbuh bersama tekad untuk menata masa depan. Melalui program Desa Wisata Sejahtera Astra, Hila menemukan cara baru untuk menjaga warisan budaya sekaligus membuka peluang ekonomi bagi warganya. Di antara aroma laut dan rempah, lahirlah kisah baru tentang harapan dan kemandirian.

Jejak Sejarah di Tanah Para Raja

Negeri Hila bukan sekadar desa di tepian laut — ia adalah ruang hidup yang menyimpan jejak peradaban dan pertemuan budaya dari masa ke masa. Setiap jengkal tanahnya seolah berbicara tentang sejarah panjang Maluku, tentang laut yang menjadi saksi datang dan perginya para saudagar dari berbagai penjuru dunia.

Di tengah desa berdiri Benteng Amsterdam, peninggalan Belanda yang dibangun pada abad ke-17. Benteng ini menjadi bukti konkret betapa pentingnya posisi Hila dalam peta ekonomi global masa itu. Para sejarawan dan profesional bahkan mengakui Hila sebagai “Titik Nol Jalur Rempah Dunia.”

Pertanyaannya pun m


...
Please signin to read the full story.